KONEKSI ANTARMATERI - COACHING
Oleh : Suharianto (201698291361)
Dibimbing: Fasilitator : 31-YETTY
FATRI DEWI
Pendamping : 103-H. Aisyah Hasibuan
A. FILOSOFI KHD
Mendidik adalah menuntun segala kekuatan
kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Tujuan pendidikan itu ‘menuntun tumbuhnya
atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya
B. COACHING
1. Pengertian Coaching
Coaching adalah hubungan
kemitraan melalui proses kreatif dan membangkitkan pemikiran yang menginspirasi
coachee untuk mendapatkan hasil memuaskan dalam kehidupan personal maupun
profesionalnya
Dalam
konteks pendidikan Indonesia saat ini, coaching menjadi salah
satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di
sekolah. Coaching menjadi proses yang sangat penting dilakukan
di sekolah untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan
memaksimalkan potensinya. Harapannya, proses coaching dapat
menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai
tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.
Masih terkait dengan kemerdekaan belajar,
proses coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak
murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat murid
melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga
membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam. Yang akhirnya, murid
dapat menemukan potensi dan mengembangkannya.
Murid kita di sekolah tentunya memiliki
potensi yang berbeda-beda dan menunggu untuk dikembangkan. Pengembangan
potensi inilah yang menjadi tugas seorang guru. Apakah pengembangan diri
anak ini cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab
seorang guru. Pengembangan diri anak dapat dimaksimalkan dengan proses coaching
Proses coaching mengarahkan coachee (Murid)
untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya. Kemitraan
yang setara dan coachee (Murid) sendiri yang mengambil keputuasan terhadap
permasalahan yang dialaminya.
2. Proses Coaching
Coaching
menjadi salah satu proses menuntun belajar murid untuk mencapai kekuatan
kodratnya
Peran seorang coach (pendidik)
adalah menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan
kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat
Sebagai seorang pamong. Guru dapat memberikan
tuntunan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar kekuatan
kodrat anak terpancar pada dirinya
3. Prinsip-prinsip
Coaching
a. Kemitraan
-
Ditandai oleh adanya tujuan percakapan yang disepakati
-
Idealnya tujuan datang dari coachee
b. Percakatan Kreatif
-
Percakapan 2 arah
-
Percakapan dilakukan untuk menggali, memetakan stuasi
coachee
- Percakapan ditujukan untuk menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru
c. Memaksimalkan Potensi
-
Percakapan harus ditutup dengan kesimpulan yang
dinyakatan oleh coachee
-
Percakapan menghasilkan renca tindakan
4. Kompetensi Dasar
Coach
Mengingat pentingnya proses coaching ini
sebagai alat untuk memaksimalkan potensi murid, guru hendaknya memiliki
keterampilan coaching. Keterampilan coaching ini
sangat erat kaitannya dengan keterampilan berkomunikasi. Berkomunikasi seperti
apakah yang perlu seorang coach miliki akan dibahas pada
bagian selanjutnya dalam modul coaching ini. Selain
keterampilan berkomunikasi, beberapa keterampilan dasar perlu dimiliki oleh
seorang coach. International Coach Federation (ICF) memberikan
acuan mengenai empat kelompok kompetensi dasar bagi seorang coach yaitu:
1) Keterampilan membangun dasar
proses coaching
2) Keterampilan membangun hubungan baik
3) Keterampilan berkomunikasi
4) Keterampilan memfasilitasi pembelajaran
Empat keterampilan dasar
seorang coach seharusnya dapat dimiliki oleh guru ketika memerankan
diri sebagai coach.
5.
Teknik Berkomunikasi dalam Coacing
1) Komunikasi asertif
Sikap asertif adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi
dengan cara yang tegas dan tetap menghormati orang lain. Memiliki kemampuan
asertif bisa membantu Anda mengelola amarah sekaligus mengatasi masalah dan
stress
Berkomunikasi
secara asertif akan membangun kualitas hubungan kita dengan orang lain menjadi
lebih positif karena ada pencapaian bersama dan kesepakatan dalam pemahaman
dari kedua belah pihak. Kualitas hubungan yang diharapkan dibangun atas rasa
hormat pada pemikiran dan perasaan orang lain
2) Pendengar aktif
Salah satu
keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan
mendengar. Seorang coach yang baik akan mendengar lebih banyak
dan kurang berbicara. Dalam sesi coaching kita perlu fokus bahwa
pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni murid kita. Dalam
hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda
pribadi atau apa yang ada dipikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.
3) Bertanya efektif
Bertanya’ pada coaching merupakan
kemampuan bertanya dengan tujuan tertentu. Bukan sekedar jawaban singkat yang
diharapkan, namun pertanyaan yang diberikan dapat menstimulasi pemikiran coachee,
memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan
emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk
membuat sebuah aksi bagi pengembangan potensi diri.
4) Umpan balik positif
Umpan
balik dalam coaching bertujuan untuk membangun potensi yang
ada pada coachee dan menginspirasi mereka untuk berkarya. Coachee memaknai
umpan balik yang disampaikan sebagai refleksi dan pengembangan diri. Secara
khusus diberikan pada coachee ketika dalam process coaching,
ada hal-hal yang tidak terduga muncul atau hasil dari coaching ini
berbeda dari yang coachee pikirkan
6. Coaching Model
TIRTA
TIRTA dikembangkan
dari satu model coaching yang dikenal sangat luas dan telah diaplikasikan,
yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan
yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal
yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,
3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan
memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah
rancangan aksi. Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat
sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
TIRTA
kepanjangan dari
T: Tujuan
I: Identifikasi
R: Rencana aksi
TA: Tanggung jawab
Dari segi bahasa,
TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid
kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir
potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap
mengalir, tanpa sumbatan
-
Tujuan
Umum (biasanya ini ada dalam pikiran coach
dan beberapa dapat ditanyakan kepada coachee)
Dalam tujuan umum,
beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan
kepada coachee adalah:
a. Apa rencana
pertemuan ini?
b. Apa tujuannya?
c. Apa tujuan dari pertemuan ini?
d. Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?
e. Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?
Seorang coach
menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih coachee.
- Identifikasi
Beberapa hal yang
dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini adalah:
a. Kesempatan apa
yang kamu miliki sekarang
b. Dari skala 1 hingga 10, dimana kamu sekarang dalam pencapaian tujuan kamu?
c. Apa kekuatan kamu dalam mencapai tujuan
d. Peluang/kemungkinan apa yang bisa kamu ambil?
e. Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi kamu dalam meraih
tujuan?
f. Apa solusinya?
- Rencana Aksi
a. Apa rencana
kamu dalam mencapai tujuan?
b. Adakah prioritas?
c. Apa strategi untuk itu?
d. Bagaimana jangka waktunya?
e. Apa ukuran keberhasilan rencana aksi kamu?
f. Bagaimana cara kamu mengantisipasi gangguan?
- TAnggungjawab
a. Apa komitmen
kamu terhadap rencana aksi
b. Siapa dan apa yang dapat membantu kamu dalam menjaga komitmen?
c. Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?
Dengan
menjalankan metode TIRTA ini, harapannya seorang guru dapat semakin mudah dapat
menjalankan perannya sebagai coach. Gambar model TIRTA berikut ini dapat membantu
Anda agar lebih terarah dalam melakukan sesi coaching
C. KETERKAITAN COACHING DENGAN
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
Pembelajaran
berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense)
yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid.
Selanjutny
untuk mengetahui bagaimana kita dapat melakukan pemetaan kebutuhan belajar
murid. Menurut Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to
Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan
bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak
berdasarkan 3 aspek.
Ketiga aspek
tersebut adalah:
1)
Kesiapan
belajar (readiness) yaitu kapasitas/kesiapan murid untuk memperlajari
materi baru seperti pengetahuan konsep atau keterampilan awal yang dapat dilakukan dengan cara melihat
hasil pembelajaran sebelumnya.
2)
Minat
murid yaitu keadaan mental yang menghasilkan respon terarah kepada situasi
/objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan kepadanya, hal ini
bisa dilakukan dengan memberikan kebebasan murid untuk menentukan sesuai minat
dan bakat yang dikuasainya yang berkaitan dengan materi pembelajaran yang akan
diberikan.
3)
Profil
belajar murid yaitu Pendekatan yang disukai murid untuk belajar yang
dipengaruhi oleh gaya berfikir, kecerdasan,budaya latar belakang, jenis
kelamin, dan lain-lain.
Tujuan
dari pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk
memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien
Dan beberapa
strategi pembelajaran Berdiferensiasi adalah sebagai berikut :
1. Diferensiasi
Konten. Yaitu mengacu pada apa yang diperlajari dan materi pelajaran yang
disajikan kontenya. Hal ini juag harus memperhatikan bagaimana kesiapan
belajar murid, tentang siapa yang akan diberikan, apakah bahan yang
diberikan mendasar atau dikembangkan dengan ide-ide, bersifat abstrak atau
konkret atau yang lainnya. Selanjutnya perlu juga memperhatikan Minat murid,
seperti guru memberik teks topik sesuai dengan hal-hal yang disukai murid.
Selain itu juga harus sesuai profil belajar siswa (Gaya Belajar)
7. Diferensiasi
Proses. Yaitu mengacu pada modifikasi aktivitas instruksional atau model
pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk memastikan bahwa siswa menggunakan
“keterampilan kunci” untuk menganalisis gagasan dan informasi.
8. Diferensiasi
Produk yaitu tagihan atau hasil kerja yang dihasilkan dari murid yang
mencerminkan pemahaman murid dan berhubungan dengan tujuan pembelajaran yang
diharapkan, dengan produk yang bervariasi sesuai pilihan yang murid inginkan.
Pembelajaran berdiferensiasi
memberikan kesempatan murid untuk belajar sesuai dengan kesiapan belajar, minat
dan profil belajarnya agar dapat mengembangkan bakat dan potensi yang mereka
miliki. Dan ini sejalan dengan tujuan praktek
Coaching dilakukan di sekolah terhadap murid yaitu untuk membantu
mengembangkan kekuatan kodrat (potensi) yang dimiliki murid.
D. KETERKAITAN COACHING DENGAN
PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah
pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah.
Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh
dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek
sosial dan emosional.
Pembelajaran
sosial dan emosional bertujuan untuk :
1) memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi
2) menetapkan dan mencapai tujuan positif
3) merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain
4) membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta
5) membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Pembelajaran sosial dan emosional dapat diberikan dalam tiga ruang
lingkup:
1. Rutin: pada saat kondisi yang sudah
ditentukan di luar waktu belajar akademik, misalnya kegiatan lingkaran pagi
(circle time), kegiatan membaca setelah jam makan siang
2. Terintegrasi dalam
mata pelajaran: misalnya
melakukan refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran, membuat
diskusi kasus atau kerja kelompok untuk memecahkan masalah, dll.
3. Protokol: menjadi budaya atau aturan sekolah
yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh
murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian
tertentu. Misalnya, menyelesaikan konflik yang terjadi dengan
membicarakannya tanpa kekerasan, mendengarkan orang lain yang sedang
berbicara, dll
Peran seorang coach (pendidik) adalah menuntun segala
kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai
manusia maupun anggota masyarakat, sehingga dengan proses coaching guru dapat
menfasilitasi dan menumbuhkan Kompetensi
Sosial dan Emosional (KSE) pada diri murid sehingga mereka memiliki karakter
yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
https://david-pranata.com/beda-coaching-mentoring-consulting-training-speaking/
https://lms20-gp.simpkb.id/course/view.php?id=53§ionid=1233
Tidak ada komentar:
Posting Komentar